Proses Rekrutmen Pekerjaan di Indonesia dan Amerika Menanggapi Gender, Umur, Agama, Ras, Kebangsaan, dan Disabilitas

06.16


Pernah menonton acara televisi audisi pencarian bakat The Voice? Disana kita melihat dalam sistem seleksi mencari bintang ini, para juri duduk membelakangi kontestan. Mereka MURNI hanya mendengarkan KEMAMPUAN bernyanyi tanpa melihat pesertanya langsung, sampai juri memalingkan kursinya tanda yakin akan potensi kontestan untuk menjadi bintang sukses di masa depan.

Nah, proses seperti itulah yang saya pelajari, observasi, dan alami ketika mendapatkan beasiswa penuh di Amerika Serikat—kesempatan sangat berharga untuk kuliah raih sertifikasi profesional, volunteer dan magang di perusahaan internasional. Thanks God, I’ll never stop to grateful for this life-changing experience :’) 

Amerika Serikat, disamping terdapat banyak bintang hollywood dan memiliki presiden kontroversial yang mereka miliki saat ini, negara ini sering disebut dengan "Melting Pot"—dimana terdapat banyak imigran dari berbagai warna kulit, ras, agama, asal kebangsaan, dan keberagaman lainnya berada pada satu tempat. Bahkan di setiap perusahaan, universitas, dan tempat lainnya selalu terasa sekali keharmonian dalam perbedaan ini. 

Hal diatas membuat saya bertanya-tanya untuk melihat kedalam, keadaan bangsa kita sendiri, Indonesia yang juga memiliki kekayaan akan kearifan lokal dan keberagaman yang luar biasa. Pernahkah kita bekerja dengan orang sunda, jawa, bugis, bali, papua, tionghoa, barat, dll kemudian dari berbagai lintas usia (bukan hanya millenial saja) di sebuah perusahaan? Jika pernah, selamat organisasi anda telah mengimplementasikan dan merasakan kebermanfaatan lingkungan multikultural di tempat kerja. Jika belum, ‘mungkin’ proses rekrutmennya masih terdapat unsur praktek diskriminasi.

Saat kuliah disana, saya mempelajari bahwa diskriminasi merupakan sebuah sejarah panjang di Amerika mulai dari isu rasisme, seksisme, dan seterusnya. Oleh karena itu, Pemerintah AS telah membuat sebuah lembaga dan regulasi ketat untuk mewujudkan keadilan yang mereka impikan di tempat kerja untuk penduduknya yang sangat-sangat beragam itu. Lembaga ini dinamakan Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) dan peraturannya meliputi: Title VII of CRA (Melarang diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, gender, dan asal kebangsaan), Equal Pay Act of 1963, Age Discrimination in Employment Act of 1967, Pregnancy Discrimination Act of 1978, Americans with Disabilities Act of 1990, dan masih banyak lagi. Saya sangat merasakan sekali bahwa aturan-aturan diatas telah diterapkan dengan sangat baik di berbagai organisasi Amerika di semua proses rekrutmennya. 

Job Posting: Saya tidak pernah melihat requirement sebuah pekerjaan profesional atau volunter di Amerika yang penulisan persyaratan untuk diperbolahkan mendaftarnya mengandung unsur-unsur diskriminasi yang saya sebutkan di atas. Berbeda dengan negara kita, saya masih banyak melihat persyaratan untuk malamar di sebuah organisasi Indonesia itu seperti: khusus laki-laki, usia maksimal 27 tahun, beragama islam, diutamakan putra daerah di K*r*w*ng, dan belum menikah. Wah, kalau di Amerika ini sudah mendapatkan peringatan dan sanksi besar dari EEOC, walaupun hanya menuliskan salah satunya saja.

Resume / Curriculum Vitae: Saya pernah ditertawakan oleh teman sekelas disana karena resume saya mencantumkan pass photo, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat lengkap. Saya pun dikoreksi oleh profesor saya, beliau bilang hal-hal ini tidak perlu dicantumkan agar rekruter tidak bias dalam menseleksi aplikasi kita. Para rekruter disana membuat penilaian utama hanya berdasarkan TULISAN ORIGINAL tentang apa yang telah diraih dan dikerjakan dalam pengalaman profesional, serta tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki oleh pelamar. Terkait alamat lengkap, profesor saya bilang sebaiknya hanya menuliskan kota dan provinsi saja untuk menghindari cyber crime (apabila dicari di google map langung terlihat jelas rumah kita disana) juga mengingat penduduk Amerika sangat menjunjung tinggi yang namanya privasi.

Interview: Dalam kuliah principle of management disana, saya juga belajar tentang teknik mewawancarai calon karyawan. Ternyata terdapat aturan yang mengacu pada regulasi diskriminasi diatas juga, bahkan pertanyaan yang bersifat pribadi itu juga dilarang loh. Kita tidak diperkenankan untuk menanyakan kondisi keluarga, informasi medis, tinggi dan berat badan, dsb. Untuk contoh berbagai pertanyaannya dapat di google yaa dengan kata kunci “Sample Illegal Job Interview Questions”.

Alangkah indahnya apabila sila ke-5 Pancasila, dasar negara Kesaturan Negara Republik Indonesia (NKRI) kita tercinta, dapat dipraktekan juga dalam proses rekrutmen dan seleksi seperti diatas. Sebenarnya sudah terdapat aturannya mengenai diskriminasi di tempat kerja ini yang mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), dan ada lembaganya juga seperti serikat buruh. Besar harapan artikel ini dapat membuka wawasan untuk kita semua, dan bisa saling mengingatkan terkait diskriminasi ini seperti tindakan yang masih dianggap sah saja dilakukan sebenarnya lebih baik tidak dilakukan. Mari wujudkan 'bhineka tunggal ika' dalam dunia kerja karena banyak riset yang menyatakan banyak sekali manfaat dari lingkungan multikultural di perusahaan.

Bagaimana pendapat mu mengenai topik ini? Apakah di Indonesia sudah bebas diskriminasi untuk proses rekrutmen dan seleksinya? Apakah kamu pernah mengalami tindak ketidakadilan ini untuk mendapatkan kesempatan karir, beasiswa, atau volunteer yang kalian inginkan? Yuk, bagikan pendapat dan pengalaman mu :)

Selamat berbahagia dan berakhir pekan dengan keluarga!


– – – – – – – – – – –
Facebook: Defir (Dede Firmansah) | Instagram: @defir.shah | Twitter @defir_shah | Youtube: Defir 'Dede Firmansah'

You Might Also Like

0 komentar